sejarahnya
UU ITE mulai dirancang pada bulan
maret 2003 oleh kementerian Negara komunikasi dan informasi (kominfo),pada
mulanya RUU ITE diberi nama undang-undang informasi komunikasi dan transaksi
elektronik oleh Departemen Perhubungan,Departemen Perindustrian,Departemen
Perdagangan, serta bekerja sama dengan Tim dari universitas yang ada di
Indonesia yaitu Universitas Padjajaran (Unpad),Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan Universitas Indonesia (UI).
Pada tanggal 5 september 2005 secara
resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR
melalui surat No.R/70/Pres/9/2005.
Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan
Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil
pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI.
Dalam rangka pembahasan RUU ITE
Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen
(TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23
Januari 2007.Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD)
sebagai Pengarah (Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang
membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama
dengan instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain
adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan
RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
Dewan Perwakilam Rakyat (DPR)
merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005.
Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari
10 (sepuluh) Fraksi di DPR RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah
(DIM) atas draft RUU ITE yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE
menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
dengan berbagai pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator
telekomunikasi,aparat penegak hukum dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan
Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam
Pansus RUU ITE DPR RI.
Tanggal 24 Januari 2007 sampai
dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan
A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata
(Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007
sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan pembentukan
dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE
tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung
sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
18 Maret 2008 merupakan naskah akhir
UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10
Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UUITEmenjadi Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun2008 dan Tambahan Lembaran
Negara.
fokus pada bidang apa?
Pada tahun 1999 fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang
generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung”
ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh
undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik,
diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita
bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,
pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional
merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan
mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce),
electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi
elektronik lainnya.
contoh pelanggaran yang pernah terjadi
KASUS 1 :
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.
Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada bank dengan menggunaka komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.
KASUS 2 :
Kasus ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
KASUS 3 :
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga pemilik tersebut tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
sumber
https://lizamainardianty.wordpress.com/2012/08/03/10-contoh-kasus-cyber-crime-yang-pernah-terjadi-beserta-modus-dan-analisa-penyelesaiannya/
https://leonardochristian94.wordpress.com/2017/01/19/perkembangan-telematika-bidang-cyberlaw-pada-negara-indonesia/
http://fandyoga.blogspot.co.id/p/sejarah-cyberlaw.html
No comments:
Post a Comment